Situs Gunung Padang di Kampung
Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka,
Cianjur, merupakan situs megalitik berbentuk punden berundak yang
terbesar di Asia Tenggara. Ini mengingat luas bangunan purbakalanya
sekitar 900 m2 dengan luas areal situs sendiri kurang lebih sekitar 3
ha.
Keberadaan situs ini peratama kali muncul dalam laporan Rapporten van de
oudheid-kundigen Dienst (ROD), tahun 1914, selanjutnya dilaporkan NJ
Krom tahun 1949. pada tahun 1979 aparat terkait dalam hal pembinaan dan
penelitian bend cagar budaya yaitu penilik kebudayaan setempat disusul
oleh ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas melakukan peninjauan ke lokasi
situs. Sejak saat itu upaya penelitian terhadap situs Gunung Padang
mulai dilakukan baik dari sudut arkeologis, historis, geologis dan
lainnya.
Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan tradisi megalitik (mega
berarti besar dan lithos artinya batu) seperti banyak dijumpai di
beberapa daerah di Jawa Barat. Situs Gunung Padang yang terletak 50
kilometer dari Cianjur konon merupakan situs megalitik paling besar di
Asia Tenggara. Di kalangan masyarakat setempat, situs tersebut dipercaya
sebagai bukti upaya Prabu Siliwangi membangun istana dalam semalam.
Dibantu oleh pasukannya, ia berusaha mengumpulkan balok-balok batu yang
hanya terdapat di daerah itu. Namun, malam rupanya lebih cepat berlalu.
Di ufuk timur semburat fajar telah menggagalkan usaha kerasnya, maka
derah itu kemudian ia tinggalkan. Batu-batunya ia biarkan berserakan di
atas bukit yang kini dinamakan Gunung Padang. Padang artinya terang.
Punden berundak Gunung Padang, dibangun dengan batuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang.
Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda-beda.
Batu-batu itu sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia dalam
arti, belum dikerjakan atau dibentuk oleh tangan manusia.
Balok-balok batu yang jumlahya sangat banyak itu tersebar hampir
menutupi bagian puncak Gunung Padang. Penduduk setempat menjuluki
beberapa batu yang terletak di teras-teras itu dengan nama-nama berbau
Islam. Misalnya ada yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi
Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu
Syeh Suhaedin alias Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, dan
batu Syeh Abdul Fukor.
Sumber: http://cianjurkab.go.id/Ver.3.0/Content_Nomor_Menu_52_6.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar