Minggu, 15 Januari 2012

Sejarah Geologis Cekungan Bandung

                                                                                                                      Notebok HP seri i7
Siapa yang tidak kenal kota Bandung di Jawa Barat ? Kota ini dikenal sebagai pusat gerai pakaian mutakhir, kota wisata, termasuk wisata kuliner. Namun, sebenarnya pesona kota Bandung lebih dari itu. Deretan gunung-gunung sekelilingnya tidak saja menyajikan keindahan alam tetapi juga menyimpan sejarah geologis yang menarik.
Puluhan juta tahun lalu dataran tinggi kota Bandung bukanlah berupa daratan melainkan berupa lautan. Tanah tempat berdirinya kota Bandung sekarang berada di dasar laut, penuh dengan terumbu karang. Garis pantainya berada di sekitar daerah Pengalengan yang kini merupakan sebuah kota di sebelah selatan kota Bandung. Kemudian sekitar 10 juta tahun lalu, terjadi proses pengangkatan kerak bumi sehingga kawasan ini berubah menjadi daratan. Proses tersebut juga diikuti oleh munculnya gunung-gunung api yang tersebar baik di daerah selatan maupun daerah utara. Beragam gunung api lainnya juga terus tumbuh, sehingga bentuk daerah ini berubah menjadi cekungan yang dinamakan Cekungan Bandung. Di bagian utara cekungan berdiri Gunung Burangrang, Gunung Sunda, Gunung Tangkuban Parahu dan Bukit Tunggul, sementara di bagian selatan menjulang gunung Malabar, gunung Tilu dan gunung Patuha. Pada bagian timur Gunung Manglayang menutup cekungan, sedangkan bukit-bukit kapur Padalarang-Rajamandala mengelilingi cekungan di bagian barat. Di dalam cekungan, mengalir sungai Citarum Purba yang mata airnya berasal dari gunung-gunung tersebut.
Diantara gunung-gunung yang terbentuk, terdapat sebuah gunung besar bernama Gunung Sunda. Gunung yang tingginya mencapai 4.000 meter ini memiliki puncak yang diselimuti salju. Letusan dahsyat pada 105 ribu tahun lalu, meluluhlantakkan 2/3 bagian gunung ini dan membentuk kaldera besar seluas 6 x 8 kilometer. Dari dasar kaldera inilah muncul gunung Tangkuban Parahu beberapa ribu tahun kemudian. Saat itu muntahan material dari letusan gunung Sunda menutupi areal yang sangat luas, menyapu rimba belantara dengan pohon-pohon besarnya, dan mengubur binatang-binatang besar yang menghuni daerah tersebut seperti badak, kuda nil dan rusa. Aliran sungai Citarum Purba juga turut terbendung, mempercepat proses terjadinya danau yang pembentukannya telah dimulai beberapa ribu tahun sebelumnya akibat aktivitas tektonik. Pada akhirnya cekungan akhirnya terisi air dan dinamakan Danau Bandung Purba dengan ketinggian permukaan airnya mencapai 712,5 meter dari permukaan laut. Menurut perkiraan manusia purba juga sempat menyaksikan keberadaan danau ini. Hal ini dibuktikan dengan penemuan artefak seperti mata anak panah, pisau, kapak batu atau kerangka manusia purba, di puncak-puncak bukit di sekitar Cekungan Bandung.
Aliran air Danau Bandung Purba akhirnya menemukan jalan keluar dengan membobol dinding bagian barat cekungan. Sejak itu permukaan air danau mulai menyurut sampai ke dasarnya pada 16 ribu tahun lalu, menyisakan lahan basah seperti rawa dan situ. Karena itu, tidak mengherankan jika banyak nama tempat di Bandung menggunakan awalan kata yang memiliki kaitan dengan daerah berair seperti ranca (rawa), situ (danau kecil) dan bojong/tanjung (daratan menjorok ke air). Seiring dengan berjalannya waktu, Cekungan Bandung berkembang menjadi daerah permukiman penduduk. Awalnya penduduk hanya memanfaatkan air yang melimpah di sini untuk membuat sawah dan balong (kolam ikan). Namun, semuanya itu berubah ketika cekungan Bandung memasuki era modern dalam beberapa dekade belakangan ini.
Kini Cekungan Bandung telah berubah menjadi wilayah perkotaan besar, modern, pusat bisnis, kota industri dan kota wisata. Di tengah kesibukan membangun, keunikan sejarah geologis pembentukan daerah inipun seolah-olah terlupakan. Tempat-tempat yang merupakan jejak kisah sejarah tersebut diabaikan bahkan cenderung dirusak. Perbukitan kapur di Padalarang, bukti keberadaan terumbu karang dan tempat ditemukannya kerangka manusia purba, lebih dipilih untuk tempat industri penambangan kapur tanpa menyisakan ruang untuk dijadikan kawasan lindung. Malahan sisa-sisa keberadaan air seperti rawa, situ, sawah atau balong, semakin menghilang berubah menjadi kompleks perumahan dan perkantoran. Gunung-gunung di sekitar cekungan juga merana karena hutan di lereng-lerang gunung telah dibabat habis untuk daerah pertanian dan perumahan. Akibatnya daerah resapan air menyusut dan membuat pasokan air ke tanah dan pasokan ke sungai turun drastis. Sungguh ironis jika Cekungan Bandung yang dahulu kaya akan air ini dalam beberapa tahun ke depan akan menghadapi masalah kesulitan mendapatkan air.



sumber:
http://harimauberekorbabi.wordpress.com/category/bandung-purba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar